KEADILAN DALAM HUKUM POSITIF
Pengarang : R.Arry Mth. Soekowathy
ABSTRACT
The writer in
this paper tried to investigate and describe the
philosopical
thoughts of the function of Law Philosophy and its
relevance to the
sense of justice according to the positive law. The
formulated
hypothesis are: (1) The enforcement of the law
materialized the
justice and the certainty and insurance in justice (2)
The description
of the sense of justice should be in the existing
positive law,
(3) The philosophy of law represented the search for the
deepest meaning of the
ultimate result in the law wisdom.
PENDAHULUAN
Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini diperlukan untuk
menelusuri
seberapa jauh penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup
sehari-hari, juga
untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara teori dan praktek
hukum. Manusia
memanipulasi kenyataan hukum yang baik menjadi tidak bermakna
karena
ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan
disalahtafsirkan untuk
mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus hukum yang tidak
terselesaikan
karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran hukum dan keadilan
dimanipulasi
dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak menemukan
keadaan yang
sebenarnya. Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum
menjadi
“panglima” dalam menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh
sekelompok
orang yang mampu membelinya atau orang yang memiliki kekuasaan
yang lebih
tinggi
(Muchsan, 1985: 42).
Dalam beberapa dekade terakhir, fenomena pelecehan terhadap
hukum
semakin marak. Tindakan pengadilan seringkali tidak bijak karena
tidak memberi
kepuasan pada masyarakat. Hakim tidak lagi memberikan putusan
adil pada
setiap pengadilan yang berjalan karena tidak melalui prosedur
yang benar. Produk hukum
telah dikelabui oleh pelanggarnya sehingga kewibawaan hukum
jatuh.. Manusia
lepas dari jeratan hukum karena hukum yang dipakai telah dikemas
secara
sistematik sehingga perkara tidak dapat diadili secara tuntas
bahkan justru
berkepanjangan dan akhirnya lenyap tertimbun masalah baru yang
lebih aktual.
Fungsi hukum tidak bermakna lagi, karena adanya kebebasan
tafsiran tanpa batas
yang dimotori oleh kekuatan politik yang dikemas dengan tujuan
tertentu. Hukum
hanya
menjadi sandaran politik untuk mencapai tujuan
Filsafat
hukum berasal dari pemikiran Yunani yakni kaum Hemer sampai
kaum
Stoa sebagai peletak dasarnya. Adapun dasar-dasar utama filosofi hukum
timbul
dan berkembang dalam negara kota (Polis) di Yunani. Keadaan ini
merupakan
hasil perpaduan antara kondisi Polis dan perenungan (comtemplation)
bangsa
Yunani. Renungan dan penjabaran kembali nilai-nilai dasar tujuan
hukum,
sistem pemerintahan, peraturan-peraturan, kekuasaan absolut mendorong
mereka
untuk memikirkan masalah hukum.
Filsafat
Hukum bertolak dari renungan manusia yang cerdas, sebagai
“subjek
Hukum”, dunia hukum hanya ada dalam dunia manusia. Filsafat hukum
tak
lepas dari manusia selaku subjek hukum maupun subjek filsafat, sebab
manusia
membutuhkan hukum, dan hanya manusia yang mampu berfilsafat.
Kepeloporan
manusia ini menjadi jalan untuk mencari keadilan dan kebenaran
sesuai
dengan peraturan yang berlaku, dan mengukur apakah sesuatu itu adil, benar, dan
sah. Kondisi geografi yang tenang, keadaan sosial-ekonomi dan politik yang
damai
memungkinkan orang berpikir bijak, memunculkan filsafat yang
memikirkan
bagaimana keadilan itu sebenarnya, akan kemana hukum
diberlakukan
bagi seluruh anggota masyarakat, bagaimana ukuran objektif
hukum berlaku secara universal
yang berlaku untuk mendapatkan penilaian yang
tepat
dan pasti.
PEMBAHASAN
Ø KONSEP TENTANG
FILSAFAT HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN
PEMIKIRAN FILOSOFIS
Pada dasarnya manusia menghendaki
keadilan, manusia memiliki tanggung
jawab besar terhadap hidupnya,
karena hati nurani manusia berfungsi sebagai
index, ludex, dan vindex (Poedjawijatna,
1978: 12). Proses reformasi
menunjukkan bahwa hukum harus
ditegakkan demi terwujudnya supremasi
hukum dalam rangka menegakkan
kebenaran dan keadilan sesuai dengan tujuan
hukum: Ketertiban, keamanan,
ketentraman, kedamaian, kesejahteraan,
kebenaran dan keadilan. Pemikiran
filosofis keadilan yang berkaitan dengan
filsafat hukum berkaitan erat
dengan pemikiran John Rawls mengungkapkan 3
faktor utama yaitu :
1. perimbangan tentang keadilan (Gerechtigkeit)
2. kepastian hukum (Rechtessisherkeit)
3. kemanfaatan hukum (Zweckmassigkeit)
(Soetandyo, 2002: 18).
Keadilan
berkaitan erat dengan pendistribusian hak dan kewajiban, hak
yang
bersifat mendasar sebagai anugerah Ilahi sesuai dengan hak asasinya yaitu
hak
yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat. Keadilan
merupakan
salah satu tujuan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum.
Keadilan
adalah kehendak yang ajeg, tetap untuk memberikan kepada siapapun
sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat dan tuntutan jaman.
Korelasi
antara filsafat, hukum dan keadilan sangat erat, karena terjadi tali
temali
antara kearifan, norma dan keseimbangan hak dan kewajiban. Hukum
tidak
dapat dipisahkan dengan masyarakat dan negara, materi hukum digali,
dibuat
dari nilai-nilai yang terkandung dalam bumi pertiwi yang berupa
kesadaran
dan cita hukum (rechtidee), cita moral, kemerdekaan individu dan
bangsa,
perikemanusiaan, perdamaian, cita politik dan tujuan negara. Hukum
mencerminkan
nilai hidup yang ada dalam masyarakat yang mempunyai
kekuatan
berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis. Hukum yang hidup pada
masyarakat
bersumber pada Hukum Positif, yaitu :
1.
Undang-undang (Constitutional)
2.
Hukum kebiasaan (Costumary of law)
3.
Perjanjian Internasional (International
treaty)
4.
Keputusan hakim (Jurisprudence)
5.
Doktrin (Doctrine)
6.
Perjanjian (Treaty)
7.
Kesadaran hukum (Consciousness
of law) (Sudikno M, 1988:
28).
Tata
rakit antara filsafat, hukum dan keadilan, dengan filsafat sebagai induk
ilmu
(mother of science), adalah untuk mencari jalan keluar dari belenggu
kehidupan
secara rational dengan menggunakan hukum yang berlaku untuk
mencapai
keadilan dalam hidupnya. Peranan filsafat tak pernah selesai, tidak
pernah
berakhir karena filsafat tidak menyelidiki satu segi tetapi tidak terbatas
objeknya,
namun filsafat tetap setia kepada metodenya sendiri dengan
menyatakan
semua di dunia ini tidak ada yang abadi yang tetap hanya perubahan,
jadi
benar filsafat ilmu tanpa batas. Filsafat memiliki objek, metode, dan
sistematika
yang bersifat universal.
Filsafat
memiliki cabang umum dan khusus serta beberapa aliran di
dalamnya,
terkait dengan persoalan hukum yang selalu mencari keadilan, hukum
dan
keadilan tidak semata-mata ditentukan oleh manusia tetapi alam dan Tuhan
ikut
menentukan. Alam akan memberikan hukum dan keadilan lebih karena alam
mempunyai
sifat keselarasan, keseimbangan, keajegan dan keharmonisan
terhadap
segalanya, alam lebih bijaksana dari segalanya. Manusia terlibat dalam
alam
semesta sehingga manusia tunduk dan taat pada alam semesta walaupun
hukum
alam dapat disimpangi oleh akal manusia tetapi tidak semuanya, hanya
hal-hal
yang khusus terjadi. Kebenaran hukum sangat diharapkan untuk
mendukung
tegaknya keadilan. Manusia dan hukum terlibat dalam pikiran dan
tindakannya,
karena hati nurani manusia berfungsi sebagai index,
ludex dan
vindex pada
setiap persoalan yang dihadapi manusia.
Filsafat hukum memfokuskan pada segi
filosofisnya hukum yang
berorientasi
pada masalah-masalah fungsi dari filsafat hukum itu sendiri yaitu
melakukan
penertiban hukum, penyelesaian pertikaian, pertahankan dan
memelihara
tata tertib, mengadakan perubahan, pengaturan tata tertib demi
terwujudnya
rasa keadilan berdasarkan kaidah hukum abstrak dan konkrit.
Pemikiran
filsafat hukum berdampak positif sebab melakukan analisis yang tidak dangkal
tetapi mendalam dari setiap persoalan hukum yang timbul dalam
masyarakat
atau perkembangan ilmu hukum itu sendiri secara teoritis,
cakrawalanya
berkembang luas dan komprehensive. Pemanfaatan penggabungan
ilmu
hukum dengan filsafat hukum adalah politik hukum, sebab politik hukum
lebih
praktis, fungsional dengan cara menguraikan pemikiran teleologiskonstruktif
yang
dilakukan di dalam hubungannya dengan pembentukan hukum
dan
penemuan hukum yang merupakan kaidah abstrak yang berlaku umum,
sedangkan
penemuan hukum merupakan penentuan kaidah konkrit yang berlaku
secara
khusus.
Di
dalam memahami adanya hubungan ilmu hukum dengan Hukum Positif,
menyangkut
hukum normatif diperlukan telaah terhadap unsur-unsur hukum.
Unsur
hukum mencakup unsur ideal dan rational. Unsur Ideal mencakup hasrat
susila
dan ratio manusia yang menghasilkan asas-asas hukum, unsur riil
mencakup
kebudayaan, lingkungan alam yang menghasilkan tata hukum. Unsur
ideal
menghasilkan kaidah-kaidah hukum melalui filsafat hukum. Unsur riel
menghasilkan
tata hukum yang dalam hal ini dipengaruhi asas-asas hukum yang
bertitik
tolak dari bidang-bidang tata hukum tertentu dengan cara mengadakan
identifikasi
kaidah-kaidah hukum yang telah dirumuskan di dalam perundangundangan
tertentu
(Soerjono Soekanto, 1986 : 16).
Ø IMPLIKASI
FILSAFAT HUKUM DALAM KENYATAAN HIDUP
BERMASYARAKAT,
BERNEGARA, DAN BERBANGSA
Penerapan
Filsafat Hukum dalam kehidupan bernegara mempunyai variasi
yang
beraneka ragam tergantung pada filsafat hidup bangsa (Wealtanchauung)
masing-masing.
Di dalam kenyataan suatu negara jika tanpa ideologi tidak
mungkin
mampu mencapai sasaran tujuan nasionalnya sebab negara tanpa
ideologi
adalah gagal, negara akan kandas di tengah perjalanan. Filsafat Hidup
Bangsa
(Wealtanchauung) yang lazim menjadi filsafat atau ideologi negara,
berfungsi
sebagai norma dasar (groundnorm)
(Hans Kelsen, 1998: 118)
Indonesia
sebagai negara hukum (Rechtsstaat) pada prinsipnya bertujuan
untuk
menegakkan perlindungan hukum (iustitia
protectiva). Hukum
dan cita
hukum
(Rechtidee) sebagai perwujudan budaya. Perwujudan
budaya dan
peradaban
manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum dan cita hukum
(Rechtidee) ditegakkan dalam keadilan yang menampilkan
citra moral dan
kebajikan
adalah fenomena budaya dan peradaban. Manusia senantiasa berjuang
menuntut
dan membela kebenaran, kebaikan, kebajikan menjadi cita dan citra
moral
kemanusiaan dan citra moral pribadi manusia. Keadilan senantiasa terpadu
dengan
asas kepastian hukum (Rechtssicherkeit) dan kedayagunaan hukun
(Zeweckmassigkeit). Tiap makna dan jenis keadilan merujuk nilai
dan tujuan apa
dan
bagaimana keadilan komutatif, distributif maupun keadilan protektif demi
terwujudnya
kesejahteraan lahir dan batin warga negara, yang pada hakikatnya
demi
harkat dan martabat manusia. Hukum dan keadilan sungguh-sungguh
merupakan
dunia dari trans empirical setiap pribadi manusia.
Cita
hukum (rechtidee) mempunyai fungsi konstitutif memberi makna pada
hukum
dalam arti padatan makna yang bersifat konkrit umum dan mendahului
semua
hukum serta berfungsi membatasi apa yang tidak dapat dipersatukan.
Pengertian,
fungsi dan perwujudan cita hukum (rechtidee) menunjukkan betapa
fundamental
kedudukan dan peranan cita-cita hukum adalah sumber genetik dari
tata
hukum (rechtsorder). Oleh karena itu cita hukum (rechtidee) hendaknya
diwujudkan
sebagai suatu realitas. Maknanya bahwa filsafat hukum menjadi
dasar
dan acuan pembangunan kehidupan suatu bangsa serta acuan bagi
pembanguan
hukum dalam bidang-bidang lainnya.
Hukum
berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar
kepentingan
manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional.
Pelaksanaan
hukum dapat berlangsung normal, damai, tertib. Hukum yang telah
dilanggar
harus ditegakkan melalui penegakkan hukum. Penegakkan hukum
menghendaki
kepastian hukum, kepastian hukum merupakan perlindungan
yustisiable
terhadap tindakan sewenang-wenang. Masyarakat mengharapkana
danya
kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan
tertib,
aman dan damai. Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan
penegakkan
hukum. Hukum adalah untuk manusia maka pelaksanaan hukum
harus
memberi manfaat, kegunaan bagi masyarakat jangan sampai hukum dilaksanakan
menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Masyarakat yang
mendapatkan
perlakuan yang baik, benar akan mewujudkan keadaan yang tata
tentrem
raharja. Hukum dapat melindungi hak dan kewajiban setiap individu
dalam
kenyataan yang senyatanya, dengan perlindungan hukum yang kokoh akan
terwujud
tujuan hukum secara umum: ketertiban, keamanan, ketentraman,
kesejahteraan,
kedamaian, kebenaran, dan keadilan (Soejadi, 2003: 5).
KESIMPULAN
Ø Suatu penjabaran kembali fungsi filsafat hukum di dalam
masyarakat adalah
perlu
yakni berupa pengertian, penyelesaian, pemeliharaan dan pertahanan
aturan-aturan
yang berlaku, sesuai dengan kebutuhan sosial yang relevan
dengan
perubahan-perubahan yang ada di dalam masyarakat, sesuai dengan
berlakunya
Hukum Positif.
Ø Filsafat hukum berupaya memecahkan persoalan, menciptakan hukum
yang
lebih sempurna, serta membuktikan bahwa hukum mampu menciptakan
penyelesaian
persoalan-persoalan yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat
dengan menggunakan sistim hukum yang berlaku suatu masa,
disuatu
tempat sebagai Hukum Positif.
Ø Tugas filsafat hukum masih relevan untuk menciptakan kondisi
hukum yang
sebenarnya,
sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan nilai-nilai, dasardasar
hukum
secara filosofis serta mampu memformulasikan cita-cita
keadilan,
ketertiban di dalam kehidupan yang relevan dengan kenyataankenyataan
hukum
yang berlaku, bahkan tidak menutup kemungkinan hukum
menyesuaikan,
merubah secara radikal dibawah tekanan hasrat manusia yang
berubah
tiada batas, untuk membangun paradigma hukum baru, guna
memenuhi
kebutuhan perkembangan hukum pada suatu masa tertentu, suatu
waktu
dan pada suatu tempat.
Ø Rasa keadilan harus diberlakukan dalam setiap lini kehidupan
manusia yang
terkait
dengan masalah hukum, sebab hukum terutama filsafat hukum
menghendaki
tujuan hukum tercapai yaitu :
a.
Mengatur pergaulan hidup secara damai
b.
Mewujudkan suatu keadilan
c.
Tercapainya keadilan berasaskan kepentingan, tujuan dan kegunaan,
kemanfaatan
dalam hidup bersama.
d.
Menciptakan suatu kondisi masyarakat yang tertib, aman dan damai.
e.
Hukum melindungi setiap kepentingan manusia di dalam masyarakat
sesuai
dengan hukum yang berlaku, sehingga terwujud kepastian hukum
(rechmatigkeit) dan jaminan hukum (Doelmatigkeit)
f.
Meningkatkan kesejahteraan umum (populi) dan mampu memelihara
kepentingan
umum dalam arti kepentingan seluruh anggota masyarakat
serta
memberikan kebahagiaan secara optimal kepada sebanyak mungkin
orang,
dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
(utilitarianisme).
g.
Mempertahankan kedamaian dalam masyarakat atas dasar kebersamaan
sehingga
terwujud perkembangan pribadi atas kemauan dan kekuasaan, sehingga terwujud
“pemenuhan kebutuhan manusia secara maksimal”
dengan
memadukan tata hubungan filsafat, hukum, dan keadilan.
Ø Rasa keadilan yang dirumuskan hakim mengacu pada
pengertian-pengertian
aturan
baku yang dapat di pahami masyarakat dan berpeluang untuk dapat
dihayati,
karena rasa keadilan merupakan “soko guru” dari konsp-konsep “the
rule of law”.
Hakim merupakan lambang dan benteng dari hukum jika terjadi
kesenjangan
rasa keadilan. Jika rasa keadilan hakim dan rasa keadilan
masyarakat
tidak terjadi maka semakin besar ketidakpeduliannya terhadap
hukum,
karena pelaksanaan hukum menghindari anarki.
Ø Penegakan hukum tetap dikaitkan dengan fungsi hukum, filsafat
negara, dan
ideologi
negara, karena ketiganya berperan dalam pembangunan suatu
bangsa.
Filsafat hidup bangsa (weltanschauung) lazimnya menjadi filsafat
negara
atau Ideologi Negara, sebagai norma dasar (groundnorm). Norma
dasar
ini menjadi sumber cita dan moral bangsa karena nilai ini menjadi Cita
Hukum
dan paradigma keadilan suatu bangsa sesuai dengan hukum yang
berlaku
(Hukum Positif).
Penjabaran
fungsi filsafat hukum terhadap permasalahan keadilan
merupakan
hal yang sangat fundamental karena keadilan merupakan salah
satu
tujuan dari hukum yang diterapkan pada Hukum Positif. Hukum
merupakan
alat untuk mengelola masyarakat (Law as a tool of social
engineering, menurut
Roscoe Pound), pembangunan, penyempurna
kehidupan
bangsa, negara dan masyarakat demi terwujudnya rasa keadilan
bagi
setiap individu, yang berdampak positif bagi terwujudnya “kesadaran
hukum”.
DAFTAR PUSTAKA
Bismar
Siregar, 1996, Rasa Keadilan, P.T. Bina Ilmu, Surabaya
Budiono
Kusumohamidjojo, 1999, Ketertiban
Yang Adil, Suatu Tinjauan
Problematik Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Dardji
Darmodihardjo, 2002, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa
dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Leon
Duguit, 1919, Law in the Modern State, Limited Amsterdam University.
Hans
Kelsen, 1998, General Theory of Law and State, London University, USA.
Muchsan,
1985, Hukum Tata Pemerintahan, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Notonagoro,
1948, Pembukaan Oendang-oendang Dasar
1945, Pokok Kaidah
Negara yang Fundamental Negara Indonesia, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Roscoe
Pound, 1972, Interpretations of Legal History, Havu, L.R, Holland.
Bismar
Siregar, 1989, Rasa Keadilan, PT. Bina Ilmu, Tunjungan S3E, Surabaya
.
Soerjono
Soekanto, 1986, Renungan tentang Hukum, CV. Rajawali, Jakarta.
Soetandyo
Wignjosoebroto, 2002, Hukum: Paradigma, Metode dan
Dinamika
Masalahnya,
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jakarta.
Sudikno
Mertokusumo, 1988, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty,
Yogykarta.
Soejadi,
2003, Refleksi mengenai Hukum dan
Keadilan, Aktualisasinya di
Indonesia, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tasrif,
1987, Bunga Rampai Filsafat Hukum, ABARDIN, cc, Jakarta.
W.
Friedman, 1959, Law in Change Society, Chapter IX, CV. Rajawali No. CV,
Jakarta.
Sumber
Nama Kelompok :
·
Setyo Rini . P
(26210489)
·
Risca Damayanthi (26210025)
·
Nurvita Setyaningsih (25210225)
·
Riza Fajar Anggraeni (26210089)
·
Ridwan (25210915)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar