Pengarang : Rr. Adeline Melani, Sih Yuliana Wahyuningtyas, Stephanus Desi Prastianto,
Eddie Imanuel Doloksaribu (KeeMpatnya Dosen Fakultas Hukurn Unika Atma
Jaya Jakarta) Dan Agus Budianto (Dosen
Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan)
Abstract
The unprepared regulation for anti monopoly and
healthy business conduct have also caused to the readiness of the completion of
creating a commission of examination of business conduct "The Kornisi
Pengawas Persaingan Usaha "(KPPU/Commission) as independent commission,
free from the influence of the power of thegovernment andotherpatties and
directlyreport to the President The main and only purpose of creating of this
Commission is to examine the implementarion of Law No 50f the Year 1999.
In the implementation of such Law in handling the
business conduct is facing several inconsistencies, including the conflict
between the articles of such Law, for example the execution decision request,
which refers to Article 44 and 46. Other than that the obstacle on enforcement
ofbusiness conduct law in Indonesia which is related to the power for execution
of the judgment of the Commission is that there is no implementing regulations
for handling the business conduct cases.Pendahuluan
Pasal
33 ayat (1) Undang-Undang dasar 1945 Mengamatkan, bahwa perekonomian di susun
berdasarkan atas asas kekeluargaan yang mewujudkan kehidupan berusaha yang
sehat dan mitra antara pengusaha kecil, menengah dan koperasi secara mandiri
sesuai dengan sistem perekonomian Indonesia.
Namun
tidak semua perusahaan swasta dan perusahaan negara yang bermodal besar dapat
mengiplementasikan asas dalam pasal 33UU 1945 tersebut di atas.
Sebagaimana
kita perlu ketahui bahwa perjalanan sejarah perilaku dunia usaha kita selama
orde baru sarat dengan kebijakan dalam rangka menghadapi persaiangan global.
Industri-industri yang sarat dengan tehnologi pemberian kemudahan atau
fasilitas pada pelaku usaha tertentu, serta menciptakan basis industri yang
dapat memproduksi barang-barang kebutuhan hidup baik kebutuhan primer mauoun
kebutuhan sekunder sebanyak banyaknya tanpa memprihatikan kualitas barang
tersebut.
Faktor-faktor
tersebut merupakan keadaan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi
perusahaan besar lainya maupun kepada perusahaan kecil-menengah dan koperasi,
yang akan memasuki atau menjadi pesaing yang baru dalam produksi yang sama.
Dampak
ini terlihat manakala sesama pengusaha saling mematikan usaha pesaingnya dengan
cara monopoli dan praktek usaha tidak sehat lainya begitu juga terhadap
perusahaan kecil, menengah dan koperasi yang di batasi ruang pemasaran dan
produksinya, sehingga bagi perusahaan ini tidak mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan usaha.
Ketidaksiapan
pengaturan praktek rnonopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini, berakibat
juga kepada ketidaksiapan pembentukan Kornisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
sebagai kornisi yang independen, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah
serta pihak lain dan bertanggung jawab kepada presiden. Tujuan pembentukan
Komisi ini adalah semata mata hanya untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang
No. 5 Tahun 1999, antara lain adalah melakukan penilaian terhadap perjanjian
yang dapat mengakibatkan tetjadinya praktek monopoli dan atau usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal4 sampai dengan Pasal16; melakukan penilaian terhadap
kegiatan umha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan te
rjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana
diatur dalam Pasal25 sarnpai dengan Pasal28 dan rnengambil tindakan sesuai
dengan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999.
Sampai
awal Agustus 2002, Kornisi ini telah menangani 60 kasus perkara dugaan praktek
rnonopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dari enam puluh perkara tersebut,
sudah dua belas kasus yang rnernperoleh putusan akhir dari KPPU. Penyelesaian
perkara dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tersebut
sernakin diupayakan oleh KPPU, hingga akhirnya KPPU rnernbatalkan
persengkongkolan pada tender penjualan saharn PT Indomobil Sukses Internasional
(Indornobil) sebesar 72,63% dan menjatuhkan sanksi dan denda kepada delapan
pelaku usaha yang terlibat dalam tender tersebut.
METODE
PENELITIAN
Penelitian
ini rnerupakan penelitian Kepustakaan dan penelitian Lapangan. Data yang
diperoleh dari lapangan akan diolah dengan cara mengumpulkan semua data yang
ada kemudian data yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti akan disajikan
secara deskriptif, kemudian data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan
metode pendekatan kualitatif. Metode kualitatif ini merupakan tata cara
penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yakni apa yang dinyatakan oleh
responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku.
Pada
penelitian deskriptif ini , jenis rnetode analisis yang digunakan adalah
rnetode content analisis dan comparative analisis, dimana pola pikir yang
digunakan adalah pola pikir kontektual yang ingin melihat keterkaitan antara
peran KPPU melalui mekanisme hukum yang berlaku dengan pemulihan perekonomian
dan reformasi di bidang hukum.
HASILPENELITIAN
A. Dasar
Hukum,Visi dan Misi Pembentukan KPPU
Dasar
hukum pembentukan KPPU adaiah Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli,
Undang-Undanng 5 Tahun 1999 di dalam Bab VI, Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
juncto Keputusan Presiden (Keppres) FU Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi
Pesaingan Usaha. Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya rnemerlukan adanya arah pandang yang jelas, sehingga apa yang
rnenjadi tujuannya dapat dirumuskan dengan seksama dan pencapaiannya dapat
direncanakan dengan tepat dan terinci. Adapun arah pandang KPPU tersebut
kemudian dirumuskan dalam suatu visi dan misi KPPU sebagai berikut :
Visi
KPPU adalah terciptanya iklim usaha yang sehat, kesempatan berusaha yang sama,
serta terciptanya ekonomi yang efisien dan adil, menuju masyarakat yang
sejahtera. Sementara untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka dirumuskan
misi KPPU sebagai berikut :
1)
Mengawasi
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, sehingga dapat dipastikan bahwa
pelaksanaan Undang-Undang Nornor 5 Tahun 1999 dapat berlangsung secara adil,
transparan dan efektif.
2)
Mendorong
internalisasi nilai persaingan usaha pada pelaku usaha, dalam upaya
rnenanarnkan prinsip-prinsip persingan usaha dalarn strategi bisnisnya rnelalui
rnanfaat dan pentingnya usaha dan diharapkan pada peningkatan kesadaran pelaku
usaha akan pentingnya persaingan usaha.
3)
Mendorong
internalisasi nilai persaingan dalarn kebijakan pernerintah, sebagaimana
diamanatkan dalarn Pasal 35 undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, salah satu tugas
utarna Kornisi adalah rnernberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan
pernerintah yang berkaitan dengan praktek rnonopoli dan persaingan usaha tidak
sehat. Salah satu cara efektif untuk rnenegakan nilai-nilai persaingan usaha,
selain dengan cara penanganan perkara (enforcement), adalah rnelalui advokasi
persaingan usaha, yaitu utarnanya kepada pernerintah selaku regulator rnaupun
pernbuat peraturan perundang-undangan, dan juga advokasi kepada masyarakat pada
umumnya.
B. Peran
dan Fungsi KPPU
Kornisi
Pengawas Persaingan Usaha, dinyatakan sebagai sebuah lernbaga yang rnengawasi
pelaksanaan Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli Berdasarkan pada Pasal 30
Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli rnaka dapat
diketahui pula bahwa KPPU rnerupakan lembaga independen yang terlepas dari
pengaruh kekuasaan pernerintah serta pihak lain dan segala hal yang diperbuat
oleh KPPU harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Presiden dan harus
melaporkan hasil kerjanya kepada Dewan Perwakiian Rakyat (DPR).
Sernentara
fungsi KPPU adalah turut berperan mewujudkan perekonomian Indonesia yang
efisien melalui penciptaan usaha yang kondusif, yang menjamin adanya kepastian
berusaha. Pengawasan dalam pelaksanaan Undang-Undang tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan KPPU dimaksudkan untuk
rnewujudkan perekonornian Indonesia yang efisien melalui penciptaan iklirn
usaha yang kondusif, yang menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang
sama bagi sernua pelaku usaha. Dengan tujuan yang sarna , KPPU juga berupaya
mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Berusaha
di Indonesia berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar adalah untuk
mencegah terjadinya penyaiahgunaan posisi dominan oleh pelaku ekonomi tertentu.
Kesempatan berusaha yang terjaga akan rnembuka lebar kesempatan konsumen untuk mendapatkan
pilihan produk yang tidak terbatas, yang rnemang menjadi hak mereka.
Berjalannya kehidupan ekonorni yang menjamin keseimbangan antara kepentingan pelaku
dan kepentingan umum ini pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan
rnasyarakat.
KPPU
dapat memulai penyidikan karena berbagai hal bisa dirnulai dari surat konsumen
atau pelaku usaha, atau artikei tentang konsurnen atau masalah ekonomi bisnis.
Agar tidak mengganggu kinerja dari pihak-pihak yang terlibat, penyidikan dan
pemeriksaan KPPU dilakukan secara tertutup. Jika ditemukan peianggaran KPPU
berwenang rnenjatuhkan sanksi. Hasil pemeriksaan dibacakan dalarn suatu sidang
terbuka. Jika pelaku usaha tidak meiaksanakan putusan secara sukarela, KPPU
dapat mernaksakan pelaksanaan putusannya meialui pengadilan atau biia perlu,
menyerahkan perkaranya kepada penyidik untuk diproses secara pidana.
Ada 4
Tahap pemeriksaan laporan dari KPPU berdasarkan Undang-Undang Nornor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat luncto
Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 05/KPPU/KEP/IX/2000 tentang
Tata Cara Penyarnpaian Laporan dan Penanganan Dugaan Terhadap Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999. Adapun tahapan tersebut secara garis besar adalah sebagai
berikut :
1) Tahap Penelitian
Dalam
tahap ini laporan yang diterima, baik itu dari konsumen atau pelaku usaha yang
masuk ke seketariat KPPU diteliti terlebih dahulu apakah laporan tersebut
didukung dengan dokumen-dokurnen yang dapat rnernperkuat dugaan terhadap adanya
praktek rnonopoli dan persaingan usaha tidaksehat, karena jika tidak didukung
oleh dokumen-dokurnen tersebut atau bisa kita katakan bahwa laporan tersebut
tidak lengkap, rnaka laporan tersebut tidak dapat dilanjutkan dan KPPU akan
mengembalikan berkas laporan tersebut dan rneminta untuk dikuatkan dengan
dokumen-dokumen pendukung.
Dari
hasil wawancara yang dilakukan di KPPU, di dapat data, bahwa dalam tahap
penelitian ini ada beberapa kasus yang laporannya tidak diteruskan , karena
laporannya tidak iengkap, kasus-kasusnya antara lain adalah sebagai berikut :
a)
Penyelundupan
gula dan beras di Kalimantan Barat. Laporan berasal dari diterimanya surat kaleng
yang melaporkan terjadinya penyelundupan beras dan gula di Kalbar.
b)
Tender
di PT Caltex Pas. Ind, dugaan terjadi praktek diskriminasi dan kolusi pada
tender tersebut
c)
Divestasi
Saham PT KPC, adanya dugaan telah teqadi persaingan usaha tidak sehat pada
kasus divestasi saham KPC.
2) Tahap
pemeriksaan pendahuluan
Dalam
tahap pemeriksaan pendahuluan ini Komsi meneliti dan atau memeriksa laporan
untuk menilai perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan. Segera setelah menerima
laporan lengkap dan resume laporan dari seketariat komisi, ketua komisi
menyarnpaikan berkas laporan tersebut kepada komisi dengan disertai permintaan
agar komisi melakukan pemeriksaan pendahuluan, dalam jangka waktu
selarnbatlambatnya 30(tiga puluh) hari setelah menerima laporan dan komisi
wajib menetapkan perk atau tidaknya dilakukan pemeriksan lanjutan.
Berdasar
data yang diperoleh dilapangan, sejak luni 2000 sampai 31 Desernber 2003, KPPU
telah menangani 85 kasus, dimana 39 kasusnya mengenai persengkongkolan tender
Pasal 22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dari 39 kasus persengkongkolan tender tersebut,
7(tujuh) diantaranya telah rnendapatkan penetapan, dan sisanya 6 (enam) perkara
lain masih ditangani.
4
dari 15 putusan yang diteruskan ke pengadilan adalah tender penjualan saham PT
Indomobil Sukses Internasional (telah berkekuatan hukum tetap), sistem resewasi
tiket penerbangan Garuda Indonesia, monopoli jasa bongkar muat peti kemas di
Tanjung Priok (untuk kasus ini perkaranya baru diajukan ke Mahkamah Agung untuk
kasasi) dan kartel penetapan tarif angkutan bus non - ekonomi. 6 (enam) perkara
lain sedang ditangani, antara lain yang berasal dari inisiatif KPPU sendiri
untuk mengusut dugaan kartel dalam impor gula. Dari pemantauan awal KPPU,
penunjukan importir gula oleh pemerintah tidak berdasarkan tender yang terbuka,
dimana yang ditunjuk adalah produsen gula seperti PT Perkebunan Nusantara,
dengan alasan menjaga kestabilan harga di tingkat petani, sedangkan mekanisme
penunjukan importir harus dengan tender terbuka dan adil.
3) Tahap
Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksan
lanjutan adalah serangkaian pemeriksaan dan atau penyelidikan yang dilakukan
oleh rnajelis komisi dengan dibantu oleh panitera sebagai tindak lanjut
pemeriksaan pendahuluan. Dalam menjalankan pemeriksaan, majelis kornisi
menentukan sah atau tidaksahnya suatu alat bukti yang satu dengan alat bukti
yang lain. Perneriksaan lanjutan dilakukan oleh Tim Penyeiidik, yang dibentuk
oleh seketariat komisi setelah rnelakukan konsultasi terlebih dahulu dengan
majelis kornisi. Majelis kornisi menyelesaikan pemeriksaan lanjutan
selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari keja terhitung sejak berakhirnya
pemeriksaan pendahuluan dan dapat diperpanjang oleh majelis kornisi paling lama
30 ( tiga puluh) hari kerja.
Penyelidikan
oleh tim penyelidik KPPU dapat diteruskan oleh penyidik untuk dilakukan
penyelidikan dalam hal misalkan pelaku usaha menolak untuk diperiksa, menolak untuk
memberikan informasi dalam penyelidikan. Setelah penyelidik rnelAkukan
penyelidikan dan jika ternyata ditemukannya suatu tindak pidanal pelanggaran,
maka penyidikdapat memberitahukan kepada penuntut umum bahwa telah tejadi suatu
tindak pidana/pelanggaran, maka penyidik dapat rnemberitahukan kepada penuntut
urnum bahwa telah terjadi suatu tindak pidanal pelanggaran dan dalam hal ini
penuntut urnurn rnelakukan penyidikan dan dari hasil penyidikan itu
dibuatkanlah surat dakwaan.
4) Tahap putusan dan pelaksanaan putusan
Cara
pengambilan putusan oleh komisi didasarkan kepada alat bukti yang diperoleh
dalam pemeriksaan dan penyelidikan dengan disertai alasan atau
pertirnbangannya. Namun dalam hal ini, apabila terjadi perbedaan pendapat
antara anggota majelis dengan anggota majelis mayoritas (dissent opinion),
dalam hal ini perbedaan tersebut dapat dimasukkan dalam putusan komisi. Putusan
ini diambil selambatlambatnya 30 (tigapuluh) hari kerja terhitung sejak
selesainya pemeriksaan ianjutan, dan putusan dibacakan dalam sidang majelis
komisi yang dinyatakan terbuka untuk umum.
Setelah
membacakan putusan, komisi segera memberitahukan putusan kornisi kepada
terlapor dan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari ke rja sejak diterimanya
pemberitahuan putusan, terlapor wajib melaksanakan putusan tersebut dan
melaporkan pelaksanaannya kepada Komisi. Keberatan atas putusan tersebut dapat
diajukan dalarn waktu selambat-larnbatnya 14 (ernpat belas) hari terhitung
sejak menerirna pemberitahuan. Apabila terlapor tidak mengajukan keberatan,
rnaka dianggap menerima putusan komisi, sehingga putusan komisi telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan dapat diajukan permohonan penetapan eksekusi
kepada Pengadilan Negeri. Keberatan terhadap keputusan tersebut terlapor dapat
mengajukan keberatan kepada Pengadiian Negeri, dalam hal ini ada 2 hal mengenai
keputusan KPPU:
a)
Menguatkan
keputusan KPPU, yaitu apabila pengadilan negeri menguatkan keputusan KPPU atau
menolak keberatan pelaku usaha maka perlu usaha untuk dapat mengajukan ke MA.
b)
Membatalkan
keputusan KPPU, dalam segi hal apabila pengadilan negri membatalkan keputusan
KPPU maka KPPU dapat mengajukan kasasi ke MA.
Pembahasan
Kendala penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia yang berkaitan dengan pelaksanaan kekuatan mengikat keputusan KPPU adalah tidak diaturnya hukum acara dalam penanganan perkara persaingan usaha. Hal ini juga merupakan kelemahan dari Undang-Undang No. 5Tahun 1999 dimana di dalamnya tidak diatur mengenai hukum acara forrnil tersendiri dari penanganan perkara persaingan usaha. Dalam wawancara dengan ketua KPPU mengenai hukum acara dalam penanganan persaingan usaha, dikatakan bahwa selama ini KPPU menggunakan sistem beracara yang "unik", yaitu dalarn menangani suatu kasus, kadang KPPU menggunakan sebagian hukum acara dalarn hukum acara pidana dan sebagian menggunakan hukum acara perdata.
Salah
satu contohnya adalah penggunaan istiralah keberatan, sebagaimana di atur dalam
pasal 44 ayat (2) undang-undang nomor 5 tahun 1999, dalam pasal tersebut
mengatur bahwa perlawanan terhadap keputusan KPPU di lakukan dengan mengajukan
keberatan tidak di kenal sebagai salah satu upaya Indonesia.
Selain
itu berdasarkan undang undang nomor 5 tahun 1999 juncto keppres 75 tahun 1999
tentang komisi pengawas persaingan usaha tentang cara penyampaian laporan dan
penanganan dugaan pelanggaran terhadap undang undang nomor 5 tahun 1999, di
katakan apabila terlapor keberatan atas asas keputusan KPPU dapat mengajukan
keberatan tersebut kepengadialn negri.
Hal
ini memperlihatkan KPPU yang mengoposisikan dirinya sebagai lembaga quasi
yudicial dengan suatu keputusan KPPU yang menggunakan irah irah tersebut seolah
menegaskan upaya KPPU menjadikan sebagai lembaga quasi judicial.
Hal
yang kemudian menimbulkan pertanyaan soal kompetensi kewenangan dengan
pengadilan negri. Sebagai akibatnya, hakim pengadilan tidak sependapat dengan
pengguna irah irah tersebut yang membawa konsekuensi pada cacat meteriil suatus
keputusan KPPU, seperti yang terjadi pada kasus Indomobil yang mana keputusan
KPPU di batalkan oleh pengadilan negri karena KPPU menggunakan irah irah
demikian.
Di
karenakan tidak adanya peraturan yang jelas mengenai upaya hukum keberatan,
baik dalam undang undang nomor 5 tahun 1999 maupun peraturan pelaksaan, maka
hal demikian dapat menyebabkan bahwa kekuatan mengikat keputusan KPPU menjadi
lemah dan banyak pihak yang tersebukti melanggar undang undang nomor 5 tahun
1999 dan di vonis bersalah oleh KPPU, malah mengajukan keberatan dan KPPU
sebagai salah satu pihak yang berperkara.
Kesimpulan
Pelaksanaan
penangan perkara persaiangan usaha di Indonesia oleh KPPU berdasarkan undag
undang nomor 5 tahun 1999 mengalami beberapa inkonsistensi, yakni pertentangan
antar pasal yang satu dengan pasal lainya, salah satunya adalah tentang
permintaan penetapan pasal 44 dan pasal 46.
Selain
itu kendala penegak hukum persaiangan usaha di Indonesia yang berkaitan dengan
pelaksaan kekuatan mengikat keputusan KPPU adalah karna tidak di aturnya hukum
acara dalam penangan perkara persaiangan usaha.
Sumber Jurnal
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6306262276.pdf
Nama Kelompok :
1. NURVITA
SETYANINGSIH 25210225
2. RIDWAN 25210915
3. RISCA
DAMAYANTHI 26210025
4. RIZA
FAJAR ANGGRAENI 26210089
5. SETYO
RINI PURBOWATI 26210489
Kelas : 2EB06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar