Kebijakan
Publik PT (Persero) PLN Dalam Politik Hukum Perlindugan Konsumen Tenaga
Listrik.
Pengarang :
Aman Santoso
Abstraksi
Konsumen tenaga listik selalu dalam posisi lemah ketika berhadapan dengan produsen lenaga listrik. Kelemahan tersebut terletak pada segi ekonomi / keuangan, hukum dan peradilan, daya lawar.
Persoalan muncul sehubungan dengan belum adanya
Peraturan Pemerintah yang menjabarkan. Undang undang Notnor 20 Tahirn 2002
Tentang Kelenagalistrikan dun Utidnng-Undang Nonior 8 Tahuri 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Akibatnya, politik hukum menganlisipasi keadaan
tersebut, Diretksi PT (Persero) PLN Instruksi
Nomor 00I /011/ DIR /ZOO2 telah mengelerkan Penetapan tahun 2002 sebagai Tahun
Pelayanort Penetapan Intruksi Direksi PT (perseru) PLN itu bersifat kebijakan
publik, sehingga perlu dikaji bagimana tingkat kesesuaiannya dengan
Undang-Undang Ketenaga listrikan dan Undang-Undang Perlindungan Konsurnen.
Apakah pelaksanaan kebijakan PLN tersebut cukup memberikan perlindungan konsurnun
tenaga listrik serta faktor-faktor apa yang merupakan hambatan pelaksanaan
kebijakan PLN lersebut. Kata kunci : Kebijakan publik, politik hukum,
perlindungan konsumen tenaga listrik.
Pendahuluan
Secara umum kondisi konsumen tenaga listrik selalu
lemah ketika berhadapan dengan PT PLN selaku produsen dan distributor tenaga
listrik. Titik lemah posisi konsumen tenaga listrik terletak pada aspek sosial
ekonomi / keuangan, hukum dan peradilan dan daya tawar.
Posisi kuat PT PLN, karena selama produksi,
transmisi dan distribusi tenaga listrik di monopoli pengolaanya oleh BUMN ini.
Rencana bahwa bidang produksi dan pemasaran tenaga listrik akan di serahkan
pula oleh kalangan swasta belum terlaksana.
Kesiapan pihak swasta untuk berperan serta dalam
pengadaan dan pelayanan tenaga listrik dalam rangka menghindari larangan undang
undang nomor 5 tahun 1999, tetang larangan praktek monopoli dan persaiangan
usaha tidak sehat belum memungkinkan secara obyektif.
Namun secara ideal persoalan perlindungan konsumen
tenaga listrik tealah di tentukan dalam politik hukum ketenagalistrikan.
Politik hukum tersebut tertua dalam undang undang nomor 20 tahun 2002 tentang
ketenagalistrikan. Dalam undang undang itu di tegaskan hak dan kewajiban
produsen maupun konsumen tenaga listrik.
Bentuk perlindungan konsumen tenaga listrik antara
lain berupa :
·
PT PLN berkewajiban menjamin tersedianya
tenaga listrik secara cukup, berkelanjutan dan dengan harga yang murah,
·
Perencaan produksi tenaga listrik dengan
mempertimbangkan pentingan konsumen tenaga listrik.
·
Standaritas usaha ketenagalistrikan agar
mutu dan kendala produksi, transmisi, distribusi tenaga listrik terjaga.
·
Adanya pembinaan dan pengawasan terhadap
usaha ketenagalistrikan guna menjaga keselamatan seluruh sistem penyediaan
tenaga listrik, keandalan dan kecukupan penyediaan tenaga listrik maupun
kepastian dalam pelaksaan.
·
Harga tenaga jual tenaga listrik di
tetepkan berdasarkan keputusan Presiden untuk menhindari kenaikan harga yang
kurang proposional.
Hanya saja politik perliundungan konsumen tenaga
listrik sebagaimana tertuang dalam undang undang tersebut belum efektif dalam
pelaksaanya. Nilai nilai ideal di dalamnya belum di jabarkan dalam peraturan
pemerintah, keputusan Presiden maupun keputusan menteri yang bersangkutan.
Untuk menjembatani agar undang undang tersebut
dapat terealisir, politik hukum perlindungan konsumen listrik oleh di reksi PT
PLN di tetapkan dalam kebijakan publik yang tertuang dalam instruksi direksi PT
PLN nomor 001 / 011 / DIR / 2002.
Di dalamnya berisi 4 program peningkatan pelayanan
pelanggan.
Program tersebut meliputi :
1. Peningkatan
pelanayan jangka pendek tentang : mutu baca meter listrik, pembedahan daftar
induk pelanggan.
2. Standaritas
pelanayan yang terdiri dari : penetapan butir butir layanan teknik, penetapan
klarifikasi layanan.
3. Pelanayanan
spesifik tentang fasilitas on line, pembayaran tagihan, konsultasi teknik dan
komersial.
4. Pengembangan
sikap tanggap dan profesional yang meliputi : mendahulukan kepentingan
konsumen, pembinaan pendidikan dm pelatihan serta penyuluhan, ketaatan pada
kode etik layanan.
Menurut IR SRI
SOEMANTRI yang dimaksud dengan politik hukum sebenarnya adalah kebijakan
yang berhubungan dengan hukum tertulis (legal
policy crtou rechl polilik). Sedangkan istilah hukum tertulis menurut
beliau hanya terbatas pada UUD, Ketetapan MIPR dan Undang-Undang.
Bagi
penulis sependapat dengan HR. Sri Soemantri, sekedar politik hukum tersebut
tertuang dalarn UUD dan Undang-Undang. Ketetapan MPR dengan amandemen UUD 1945
tidak termasuk kebijakan / politik hukum, karena kini MPR bukan institusi
ketatanegaraan yang memiliki kewenangan membuat ketentuan yang mengikat orang
banyak, kecuali dalarn menyusun dan merubah UUD. Bahkan kewenangan menyusun
GBHN kini bukan pada MPR lagi. Berarti bahwa lembaga negara yang berwenang hanyalah
Presiden bersama DPR RI dalam bentuk Undang-Undang dan MPR sepanjang menyusun dan
merubah UUD.
Pembahasan
Kecukupan
pelaksaan kebijakan publik P PLN dalam pemerian perlindungan tenaga listrik.
Sebelum membahas apakah pelaksaan kebijakan publik PT PLN cukup memberikan
perlindungan konsumen tenaga listrik, ada baiknya di kaji dahulu apakah unsur
unsur konsumen dalam undang undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen sebagai lex generalis dan undang undang nomor 20 tahun 2002 tentang
ketenaga listrikan sebagai lex specialis telah sesuai dengan instruksi direksi
PT PLN itu.
Penilaian
terhadap pelaksanaan pemberian perlindungan kosumen tenaga listrik sebagai
menjadi kebijakan publik PT PLN yang tertuang pada program peningkatan
pelayanan pelanggan tahun 2002, penulisan perolehan melalui kegiatan penelitian
empiris.
Unsur
perlindungan konsumen tenaga listrik di dasarkan tentang perlindungan konsumen
yang meliputi : kepastian hukum, keterbukaan informasi dan akses mendapatkan
informasi. Selanjutkan di kaitkan dengan pelaksaan program peningkatan
pelayanan pelanggan dari PT PLN mangacu pada undang undang nomor 20 tahun 2002
tentang ketenaga listrikan sebagai indikatorpenelitian.
Dari
hasil penelitian imperis tersebut di dapat data yang di rangkum dalam metrik.
Metrik 3 mengungkapkan pelaksaan unsur kepastian hukum perlindungan konsumen
tenaga listrik dengan indikator : mutu baca meter KwH, penerima dan
penyelesaian gangguan, layanan pembayaran rekening listrik.
Diantara
pelaksanaan Program peningkatan pelayanan pelanggan dari P'l' (Persero) PLN
yang cukup berhasil memberikan perlindugan konsumen tenaga listrik adalah unsur
keterbukaan informasi dan akses untuk mcmendapatkan informasi (matrik 4 dan 5).
Hal itu terjadi karena PT (Persero) PLN telah melaksnnakan secara rutin
pemberian informasi sambungan baru, tamhah daya kepada pelanggan yang berminiat
lewat kantor PLN terdekat setiap saat di perlukan, informasi perbaikan jaringan
dan instansi tenaga listrik selalu di sampaikan PLN melalu berbabagai media
cetak dan elektronik.
Melalui
telepon dan internet guna mengetahui jumlah tagihan perbulan maupun tunggakan
tagihan bulan sebelumnya. Segala bentuk informasi yang perlu di ketahui
pelanggan berupa pengumuman, pemberitahuan, penjelasan dapat di peroleh melalui
mass media, telepon bahkan fasilitas on line melalui internet.
Satu
satunya pelaksaan program peningkatan pelayanan pelanggan dari PT PLN yang
masih kurang berhasil adalah unsur kepastian hukum dalam perlindungan konsumen
tenaga listrik. Terutama baca meter KwH yang sering keliru, penyelesaian aliran
listrik yang kurang cepat, antisipasi terhadap gangguan bencana alam belum di
lakukan. Pelayanan sambungan baru tenaga listrik masih tersendat, ketaatan pasa
kode etik PLN oleh petugas masih kurang karena kadang terjadi KKN dalam
pencurian aliran listrik di perusahaan industri dan perdagangan, kontutitas
produksi, transmisi dan distribusi tenaga kerja listrik belum tercapai
sepnuhnya karena kekurangan koordinasi di antara bagian produksi dengan bagian
transmisi.
Sementara
perencaan pengembangan produksi tenaga listrik di tangani pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Sedangkan PT PLN hanya menangani masalah teknis dan
administratif yang berkaitan dengan bisang transmisi dan distribusi.
Akibatkan
terdapat ketergantungan yang tinggi dari pelayanan PT PLN terhadap konsumen,
berkenaan dengan kontinuitas dan kualitas produksi maupun transmisi tenaga
listrik
Kesimpulan
·
Politik
hukum perlindungan konsumen tenaga listrik telah sesuai dengan kebijakan publik
PLN dengan unsur unsur perlindungan konsumen dalam undang undang
ketenagalistrikan dan undang undang perlindungan konsumen.
·
Pelaksaan
politik perlinduangan konsumen ketenagalistrikan dalam kebijakan punlik direksi
PT PLN pada instruksi direksi PLN nomor 001 / DIR /2002 tanggal 3 Januari 2002,
telah berhasil pada akses mendapatkan informasi.
·
Faktor
hambatan perlinduangan konsumen tenaga listrik meliputi internal dan eksternal.
Sumber Jurnal : http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/12047991.pdf
Nama Kelompok
:
1. NURVITA
SETYANINGSIH 25210225
2. RIDWAN 25210915
3. RISCA
DAMAYANTHI 26210025
4. RIZA
FAJAR ANGGRAENI 26210089
5. SETYO
RINI PURBOWATI 26210489
Tidak ada komentar:
Posting Komentar