Amandemen Hukum Perdata Dalam
Kerangka Hukum Nasional : Tinjauan Islam dan HAM
Pengarang : A. Dardiri Hasyim
Abstract
Those who
understand Indonesian law well, realize that the civil law of the
Indonesia is still under the influence of Dutch law. The content of the law,
therefore, depends somewhat on the interest of the Dutch, and indeed is a
response to situations and needs a hundred years ago. The modern context is
very different, and it is necessary to amend the law in the order to line with
this context. This article seeks to demonstrate the need for amendment of the
civil law of Indonesia, with reference in particular to Islamic and human
rights perspectives, and offers a number of alternative proposals for such
amendment. The research is literature – based, focusing on the primary source
of the KUHPerdata (Kitab Undang – Undang Hukum Perdata) and a variety of
secondary materials. It is concluded that a number of the articles of the
KUHPerdata are in need of amendment if they are to be brought into line with
the modern Islamic and human right facets of society. The relevant areas that
require change include: (1) gender bias, (2) substantive discrimination, (3)
the pro – European rather than pro – Indonesian slant, (4) anti – Indonesian
Discrimination, (5) violence under traditional law, (6) violence under Islamic
law, (7) remaining problems with the time of application, and (8) the need to
take account of modern demands.
Pendahuluan
Hukum
Perdata adalah hokum yang mengatur kepentingan perorangan, pribadi, atau
privat. Dapat juga diartikan hokum yang memuat hak dan kewajiban dalam
pergaulan hidup bermasyarakat atau keseluruhan aturan – aturan hukum yang
mengatur wewenang dan kewajiban dari orang yang satu terhadap yang lainnya,
serta mengatur tingkah laku mereka di dalam pergaulan masyarakat dan keluarga.
Terpisahnya
Hukum Perdata dengan Hukum Dagang sesungguhnya hanya di sebabkan sejarah saja,
karena dalam hukum romawi yang kemudian dijiplak oleh Hukum Perancis, belum
dikenal peraturan seperti yang dikenal dalam Wetboek van Koophandel (WvK)
sekarang, sebab perdagangan Internasional belum dikenal saat itu, hal tersebut
baru berkembangan pada abad pertengahan. Sebagai akibat dari situasi tersebut,
di Negara Belanda dan Indonesia, demikian juga bagi pada umumnya Negara –
Negara Eropa yang Hukum Romawi pernah sangat berpengaruh, Burgerlijk Wetboek
(BW) dan Wetboek van Koophandel (WvK) – nya menjadi terpisah. Di Amerika
Serikat dan Swiss kedua hukum itu disatukan dalam satu buku saja.
II. Metode Penilaian
Penelitian
ini adalah penelitian pustaka (literer), yakni dengan meneliti sumber data
pustaka, baik berupa Kitab Undang – Undang Hukum Perdata sendiri maupun buku –
buku dan artikel – artikel yang membicarakan masalah sekitar Kitab Undang –
Undang Hukum Perdata. Sedangkan sifatnya adalah deskriptif – analitis, yakni
menggambarkan atau menjelaskan sejumlah pasal dari Kitab Undang – Undang Hukum
Perdata yang berkaitan dengan pokok masalah. Kemudian Menganalisisnya untuk
membuktikan signfikansi amandemen pada sejumlah pasal dalam upaya membangun
hukum nasional Indonesia. Penelitian ini penting utuk menyadarkan kia semua,
khususnya para sarjana dan petinggi Negara yang mempunyai otoritas untuk
melakukan tentang signifikannya dilakukan amandemen terhadap sejumlah pasal
dari Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, bukan lagi hanya sekedar wacana
tetapi dalam praktek.
III. Hasil dan Analisis
A. Entitas (
kedudukan ) KUH Perdata dalam Kerangka Hukum Nasional\
Hindia
Belanda ( Kepulauan Indonesia ) selama lebih kurang 350 tahun berada pada
cengkeraman penjajah Belanda. Selama itu pula hukum yang berlaku disini adalah
meneladani hukum yang berlaku di Negari Belanda. Keadaan seperti itu
berlangsung terus hingga Belanda menyerah kepada bala tentara Jepang pada
tanggal 8 Maret 1942. Sejak saat itu hingga 17 Agustus 1945 di daerah bekas
jajahan yang bernama Hindia Belanda, berlakulah tatanan hukum dari pemerintah
bala tentara Jepang. Meskipun Negara RI telah memproklamirkan kemerdekaannya
tetapi Belanda dengan bantuan tentara sekutu masing ingin kembali menguasai
bekas jajahannya di Indonesia. Selama empat tahun lebih Belanda berusaha utuk menduduki
kembali wilayah Indonesia, samoai akhirnya mereka mengakui kedaulatan Indonesia
pada 27 Desembr 1949. Sejak saat itu kembalilah semua wilayah yang telah mereka
duduki kepada kekuasaan pemerintah RI, kecuali Irian Barat.
Berdasarkan
kesepakatan dalam koferensi Meja Bundar di Den Haag, maka berdirilah Negara
Republik Indonesia Serikat yang beranggotakan semua Negara bagian, yang
sebelumnya telah di bntuk oleh pemerintah. Negara RI yang diproklamirkan 17
Agustus 1945 pun, merupakan anggota dari Negara serikat tersebut. Ini berarti
bahwa tatanan hukum yang berlaku sejak 17 AGustus 1945 hanya berlaku bagi
wilayah Negara RI yang merupakan bagian dari RIS saja,, dan tidak berlaku untuk
semua wilayah RIS.
B. Alasan Pembaruan Isi KUH Perdata (BW)
Setiap ada
perubahan tentu pantas untuk dipertanyakan, mengapa hal itu terjadi atau apa
sebab – sebab terjadinya suatu perubahan tersebut. Demikian pula adanya
perubahan KUH Perdata (BW) yang sudah terkondifikasi dan sudah berjalan ratusan
tahun, mengapa diperlukan suatu perubahan – perubahan. Ada delapan alas
an yang menyebabkan perlunya perubahan terhadap KUH Perdata, sekaligus inilah
yang menjadi inti dari tulisan ini, yakni untuk menunjukan alasan tersebut.
Kedelapan alasan tersebut adalah (1) Bias
Gender, (2) Diskriminatif antara Ras Eropa dan Bukan Eropa, (3) Memenangkan
Eropa dan mengalahkan Pribumi, (4) Merugikan Pribumi (5) menghilangkan Hukum
Agama Indonesia (7) sebagai Hukum Terkodifikasi masih ada yang mempertanyakan
keabsahan masa berlakunya di Inonesia (8) perlu penyesuaian dengan perkembangan
zaman dan masyarakat. Alasan ini jelas bertentangan dengan prinsip jaminan
hak – hak asasi manusia (HAM) dan ajaran pokok Islam yang menentang segala
bentuk diskriminasi.
C. Perubahan Subtansial Isi Hukum Perdata
Suatu
perubahan dapat berwujud perubahan yang bersifat konstruktif dan dapat pula
berupa perubahan yang sifatnya distruktif. Suatu perubahan dikatakan
konstruktif apabila sesuai dengan rencana yang bermuara positif, dan sebaliknya
perubahan dikatakan sebagai distruktif apabila bermuara sebaliknya yaitu
negative,merusak dan tidak sesuai dengan kebutuhan ke masa depan. Mendasar
dalam upaya menjadikan Indonesia memiliki Hukum yang selaras dengan tata Hukum
Indonesia.
D. Kesimpulan
Berdasar
uraian diatas, dapat ditulis (BW) yang perlu di adakan perubahan dengan alasan
:
a. Isi KUH Perdata bersifat diskriminatif antar jenis
kelamin; laki – laki dan perempuan. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 108 dan
110 KUH Perdata.
b. Isi KUH Perdata Diskriminatif antara Ras Eropa
danbukan Eropa, sebagaimana dapat dilihat pada pasal 1603x KUH Perdata.
c. Isi KUH Perdata memenangkan orang Eropa mengalahkan
orang Pribumi. Sebagai bukti dapat dibaca dalam pasal 1579 KUH Perdata.
Inti
perubaha isi KUH Perdata (BW) yang berjumlah 1993 pasal tersebut dapat
dituliskan sebagai berikut :
a. Buku I berjumlah 498 pasal, telah terhapus atau diubah
328 pasal sisanya tinggal 170 pasal.
b. Buku II brjumlah 734 pasal, yang telah dihapuskan 336
pasal, sisanya 398 pasal.
c. Buku III berjumlah 632 pasal, yang telah dihapus 189
pasal, sisanya 443 pasal
d. Buku IV berjumlah 129 pasal, yang telah dihapus 46
pasal, sisanya tinggal 83 pasal.
Lembaga
legislative akan terisi oleh putra bangsa Indonesia berupa Pancasila. Dan
penolakan atau penerimaan bangsa Indonesia akan Pancasila menjadi salah satu
sebab lambatnya realisasi Undang – Undang baru yang bernafaskan Pancasila.
Sumber
: http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=2728&idc=1
Nama Kelompok : Nurvita Setyaningsih ( 25210225 )
Risca Damayanthi ( 26210025 )
Riza Fajar Anggraini ( 26210089 )
Ridwan ( 25210915 )
Setyo Rini P. ( 26210489 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar